TIMES TIMIKA, BATU – Peringatan Hari Bahasa Isyarat Internasional 2025 disambut meriah di berbagai daerah di Indonesia. Dengan mengusung tema global “Tidak Ada Hak Asasi Manusia Tanpa Hak Bahasa Isyarat”, peringatan ini menegaskan bahwa bahasa isyarat merupakan hak fundamental yang harus diakui, dihormati, dan dipenuhi sebagai bagian dari hak asasi manusia.
Di Malang Raya, perayaan digelar di Graha Pancasila, Balai Kota Among Tani, Kota Batu, Minggu (28/9/2025). Sebanyak 150 peserta yang terdiri dari teman tuli dan teman dengar hadir, termasuk perwakilan komunitas, pelajar, hingga pejabat daerah. Rangkaian acara diwarnai dengan seminar, bazar inklusif, serta berbagai penampilan yang menunjukkan keberagaman.
Sejumlah narasumber hadir untuk membagikan pengalaman dan perspektif, di antaranya Yoga dari Gerkatin Kabupaten Malang, Josslyn Alfin Limanto dari Akartuli dan PLDUB, Lilik dari Dinas Sosial, Tarim dari Dinas Pendidikan, serta Adi dari SLB Mandiri. Mereka menekankan pentingnya kesadaran masyarakat terhadap hak berbahasa isyarat dan akses inklusif di ranah pendidikan maupun pelayanan publik.
“Melalui peringatan ini, kita ingin menegaskan bahwa bahasa isyarat bukan sekadar alat bantu komunikasi, melainkan hak asasi yang melekat pada setiap individu,” ujar Acan, salah satu panitia acara.
Di Tangerang, Banten, semarak perayaan juga terlihat di Plaza Pusat Pemerintahan Kota Tangerang. Ratusan peserta hadir dalam acara yang diisi dengan berbagi inspirasi dari Komunitas Tuli, pameran UMKM, berbagai permainan, hingga penampilan seni.
Peringatan Hari Bahasa Internasional 2025 di Balai Kota Among Tani Kota Batu, Minggu (28/9/2025). (FOTO: TIMES Indonesia)
Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Kota Tangerang, Ruta Ireng Wicaksono, menegaskan komitmen pemerintah untuk terus mendukung pembangunan inklusif.
“Dengan semangat pembangunan inklusif, semua anak bangsa bisa bersama-sama membangun kemajuan daerah dan Indonesia,” ungkapnya.
Ketua Panitia, Qonita Luthfia Putri atau Puput, menambahkan bahwa perayaan ini bukan hanya seremoni, tetapi juga bentuk nyata dukungan untuk komunitas tuli.
“Harapannya semakin banyak orang yang mau belajar bahasa isyarat, agar teman tuli mendapatkan hak mereka secara penuh,” jelasnya.
Sementara itu, di Makassar, Sulawesi Selatan, peringatan berlangsung khidmat di Gedung Sentra Wirajaya. Salah satu momen berkesan adalah ketika sejumlah penyandang disabilitas menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan bahasa isyarat.
Acara ini menegaskan kembali perjuangan komunitas tuli dalam memperjuangkan pengakuan bahasa isyarat sebagai bahasa yang setara, serta mendorong penyetaraan akses pendidikan dan layanan publik bagi penyandang disabilitas.
Peringatan di berbagai daerah ini menjadi bukti nyata bahwa semangat inklusivitas dan kesetaraan terus tumbuh. Bahasa isyarat tidak hanya menjembatani komunikasi, tetapi juga memperkuat pengakuan hak asasi manusia bagi seluruh warga negara tanpa terkecuali. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Hari Bahasa Isyarat Internasional 2025, Seruan Kesetaraan dan Inklusi Menggema
Pewarta | : xxx |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |