TIMES TIMIKA, JAKARTA – Mantan Menteri Perdagangan periode 2015–2016, Thomas Trikasih Lembong atau yang dikenal sebagai Tom Lembong, kembali menjalani pemeriksaan di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (1/11/2024). Pemeriksaan tersebut terkait dugaan korupsi dalam importasi gula pada 2015–2016, yang diduga menimbulkan kerugian negara hingga Rp400 miliar.
"Hari ini (Tom Lembong) diperiksa kembali," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Harli Siregar.
Namun, Harli tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai substansi pemeriksaan, menekankan bahwa hal tersebut berada dalam kewenangan penyidik.
Tom Lembong tiba di Gedung Kejaksaan Agung sekitar pukul 09.58 WIB. Saat keluar dari mobil tahanan, ia hanya tersenyum tanpa memberikan komentar kepada awak media. Mantan Menteri Perdagangan tersebut tampak mengenakan kaos hijau tua dan rompi tahanan.
Dalam keterangannya, Kejagung menuturkan bahwa kasus ini bermula ketika Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan 2015–2016 memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP untuk diolah menjadi gula kristal putih.
Padahal, dalam rapat koordinasi (rakor) antar kementerian pada 12 Mei 2015 disimpulkan bahwa Indonesia sedang mengalami surplus gula, sehingga tidak memerlukan impor gula.
Kejagung menyebut, persetujuan impor yang dikeluarkan itu juga tidak melalui rakor dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian guna mengetahui kebutuhan gula dalam negeri.
Pada 28 Desember 2015, dalam rakor bidang perekonomian yang dihadiri kementerian di bawah Kemenko Perekonomian, dibahas bahwa Indonesia pada tahun 2016 kekurangan gula kristal putih sebanyak 200.000 ton dalam rangka stabilisasi harga gula dan pemenuhan stok gula nasional.
Pada November–Desember 2015, tersangka CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI memerintahkan bawahannya untuk melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan gula swasta, yaitu PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, dan PT MSI.
Pertemuan itu untuk membahas kerja sama impor gula kristal mentah untuk diolah menjadi gula kristal putih.
Pada Januari 2016, Tom Lembong menandatangani surat penugasan yang meminta PT PPI untuk memenuhi stok gula nasional dan menstabilkan harga melalui kerja sama dengan produsen gula dalam negeri guna mengolah gula kristal mentah menjadi gula kristal putih sebanyak 300.000 ton.
Namun, Kejagung menyatakan bahwa PT PPI seharusnya mengimpor gula kristal putih langsung, bukan gula mentah, sesuai dengan peraturan yang hanya mengizinkan BUMN untuk melakukannya.
Dengan persetujuan Tom Lembong, impor gula mentah ini tetap dilakukan, dan gula yang diolah oleh delapan perusahaan tersebut dijual ke masyarakat dengan harga di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp13.000 per kilogram, yakni Rp16.000 per kilogram, tanpa melalui operasi pasar resmi.
Dari praktik tersebut, PT PPI menerima upah Rp105 per kilogram dari delapan perusahaan swasta. Keuntungan besar yang seharusnya menjadi milik BUMN, justru diperoleh oleh delapan perusahaan tersebut, yang mengakibatkan kerugian negara senilai Rp400 miliar. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Tom Lembong Kembali Diperiksa di Kejagung
Pewarta | : Antara |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |